Rumah,
letaknya di atas tanah
sirah
lantaran ayah selalu tampak marah
dan ibu tak pernah terlihat ramah.
Di rumah,
aku dan ibu menempati sebuah ranah. Harem.
Ibuku terpaksa menjadi istri kesekian ayah,
supaya aku tak dijuluki anak haram.
Di sekitar rumah,
senyum ibu sangatlah murah dan harum
kami perempuan ranum
yang harus menghafal surah
dan berserah.
Bagi pemilik rumah,
kami hanyalah remah.
Tersebar di tubuh ayah.
Tersirah.
***
Jakarta, Januari 2019

Catatan Narablog: Artikel ini saya anggit dalam rangka 10 Kali Tantangan Menulis yang diadakan oleh Kata Hati Kita Production.
Rimanyaaaa masyuk, maknanya juga bener-bener butuh penghayatan untuk bisa menelaahnya.
Bagus, mba 🙂
Terima kasih, Kak Feb.